Minggu, 10 Februari 2019


Peringatan Maulud Gaya Using,
dari Serakalan sampai Dangdutan
Ditulis : Drs. Moh. Syaiful

            Jika hari sudah memasuki bulan Maulud dalam kalender Jawa atau bulan Rabi’ul Awal dalam kalender Islam (Tahun Hijrah) masyarakat Banyuwangi terlihat bersemangat menyambutnya. Di bulan ini Masyarakat Banyuwangi mulai membuka tabungannya untuk memperingati dan membesarkan bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW ini. Bulan ini dianggap bulan yang istimewa bagi masyarakat Banyuwangi.
            Hampir si setiap desa dan kampung-kampung di Banyuwangi seolah terbangun dari tidur panjangnya menyambut bulan bahagia ini. Kegembiraan ditunjukkan dengan menyembeli binatang peliharaannya, dari ayam, kambing bahkan adapula yang sapi atau lembu. Yang selanjutnya dagingnya dibuat makan dan dibagikan kepada sanak saudara dan orang tua.
            Masjid dan surau semua dibersihkan, dicat atau dikapur agar nampak bersih dan indah sebab banyak kegiatan akan dilaksanakan di Masjid dan surau-surau. Setelah dikapur atau dicat, dan dibersihkan halamannya selanjutnya Masjid atau surau dihias dengan kertas berwarna-warni dan tidak lupa dengan spanduk dan poster bertuliskan peringatan Maudlud Nabi Muhammad SAW. Gambar-gambar suasana mekah juga unta dan buah kurma menjadi setting Msajid dan Surau dalam memperingati Maulud Nabi di Banyuwangi.  Sebentar lagi akan dilaksanakan arak-arakan judhang (pohon berhiaskan bunga telur) keliling kampung.
A.           Serakalan
            Setelah arak-arakan keliling kampung/.desa, selanjutnya para pria masuk ke masjid atau surau untuk melanjutkan kegiatan pembacaan Sholawat. Memanglah benar peringatan Maulud Nabi Muhamad di banyuwangi tidak bisa dipisahkan dengan pembacaan Sholawat Nabi. Pembacaan sholawat itu biasanya disebut dengan Serakalan. Serakalan sebenarnya adalah pembacaan kitab Al-Barzanji secara bersama-sama yang menggunakan lagu atau irama yang sudah disepakati bersama. Penamaan Serakalan diambil dari salah satu bacaan yang ada dalam kitab Al-Barzanji tersebut yaitu Asroqol. Dalam serakalan ini isinya yaitu  riwayat Nabi serta puji-pujian terhadap  Nabi, sahabat lan para kerabatnya. Di sana Al-Barzanji dibacakan bersama dengan lagu dan irama yang sudah diwariskan secara turun-temurun. Pembacaan Al-Barzanji biasanya bersaut-sautan, ada yang membawakannya adapula yang menjawabnya.
            Ada tiga bagian dalam pembacaan Serakalan di peringatan Maulud Nabi.  Bagian pertamaadalah bagian Dzikiran. Dalam bagian ini dimulai dengan pembacaan “Assalmualaik…”dan seterusnya. Pembacaan Dzikiran biasanya dilakukan bersama dalm posisi duduk dan melingkar di dalam masjid/surau. Semua lagu dan irama dibaca secara berurutan sesuai lagu yang sudah dihafalkan semua peserta. Sama seperti “Macaan” lainnya,  Serakalan juga dibagi pada bagian pembawa (penanya) dan penjawab. Dalam bagian dzikiran lagunya tidaklah terlalu kaku sperti pakemnya sedikit banyak setiap daerah maupun desa mempunyai gayanya masing-masing tetapi perubahan tadi memanglah harus telah disepakati bersama dalam kel;ompok tersebut. Maka dari itu lagu dan irama dalam dzikiran di jaman sekarang hamper setiap desa/kampung mempunyai lagu sendiri-sendiri. Terkadang dalam bagian ini syair dari jawaban juga dibuat sendiri dan bahkan pula dengan bahasa using seperti basanan using. Salah satunya seperti di bawah ini:
Mayo-mayo podho seba
Sebane wong pendopo
Pendopone kanjeng nabi
Dzikiran selawat nabi… ,
Sedangkan  jawaban dalam Al-Barzanji kurang lebih sebagai berikut:
Sholatun wataslemun
Waijekaf tahiyatin
Alamun ala illa
Hurobbusumma sholla
            Selain itu juga ada pantun dari  Bahasa Melayu yang juga telah diserap dalam serakalan :
                        Naik sepeda jangan diputar
                        Kalo diputar rusak rodanya
                        Anak muda belajar pintar
                        Kalo pintar mahal harganya….
Pada bagian kedua adalah bagian “Macaan” . Dalam bagian ini hanya ada satu yang membaca Al-Barzanji sedangkan yang lain menyimak. Sesekali peserta lain menjawab pada bagian yang menyebut Nabi Muhammad dengan jawaban yang sama yaitu: “Sholallahu alaiwasalam,…Salamun alaik”. Bagian Macaan adalah bagian yang menceritakan kisa-kisah Nabi Muhamad dari kelahiran beliau sampai saat kematiaan beliau. Disamping itu juga riwayat-riwayat kenabian yang dialami Nabi Muhammad.
Selanjutnya dalam bagian ketiga semua peserta Serakalan akan berdiri sambil membaca “Ya Nabi salam Alaika…”. Sikap berdiri disini dimaksudkan adalah untuk menghormat kepada Nabi saat pembacaan Ya Nabi Salam tersebut. Masyarakat percaya saat itulah roh Kanjeng Nabi akan dating bersama malaikat selanjutnya akan membacakan doa bagi yang mebacakan sholawat untuk nabi.           Diantara bagian dua dan bagian tiga biasanya dipisahkan dengan jeda, dimana saat ini para peserta serakalan boleh istirahat sebentar sambil membasuh tenggorokannya dengan air putih yang telah ditaburi bunga. Air ini dengan keharumannya akan membrikan kesegaran bagi para peserta yang telah bersemangat membawakan Serakalan. Selain Air bunga biasanya juga disediakan pula air minum yaitu bir asem. Air dengan jeruk nipis dan sedikit gula untuk memberi kesejukan pada kerongkongan para peserta Serakalan. Bir asem ini tidaklah mesti ada jika tidak biasanya juga diganti dengan “wedang jahe” atau “es kelapa muda”
Serakalan jika dibawakan semuanya seperti yang ada pada kitab Al-Barzanji lamanya bisa mencapai waktu 2 jam lebih. Tetapi di jaman sekarang lebih sering disingkat dan dipotong-potong sehingga tidak terlalu panjang dan memakan waktu. Serakalan biasannya akan ditutup dengan doa pada akhir rangkaiannya.
Di jaman sekarang serakalan masihlah dilakukan oleh golongan tua. Tidak banyak anak muda yang bisa. Anak-anak muda paling-paling hanya bisa menjawab saja dan tidak bisa membawa. Hal ini dikarenakan mungkin terlalu banyak lagu yang harus dihafalkan . Generasi di jaman sekarang tidaklah tertarik dengan hafalan, kata sebagian orang-orang tua yang melakukan Serakalan.
Menurut keterang Syafi’i salah seorang tokoh masjid di kampung Satriyan mengatakan Serakalan ini tinggal satu generasi lagi saja yang bisa mebacakan lagu keseluruhan dalam Al-Barzanji setelah itu mungkin kita tidak mendengar lagi Serakalan di kampung ini. Hal ini juga dialami di kampung-kampung lain. Untuk itu perlu segera diadakan kembali kegiatan Serakalan kepada anak-anak muda agar kebiasaan dan adat ini bisa tetap lestari di masa-masa mendatang.
B.                 Oncor-oncoran
 Lain ladang lain belalang lain ikannya begitulah kira-kira pribahasa yang tepat untuk menggabrkan kegiatan peringatan Maulud Nabi di Banyuwangi ini. Di deasa Kedaleman Rogojampi satu hari sebelum pelaksanaan serakalan di Masjid/surau di sana dilaksanakan arak-arakan dengan membawa obor dan judhang (pohon berhiaskan bunga telur). Pada malam menjelang peringatan itulah masyarakat desa kedaleman dan sekitarnya bersuka ria dengan turun ke jalan untuk melaksanakan arak-arakan kembang endhog. Semua orang tua muda dan anak-anak membawa obor keliling desa. Obor yang dibuat dengan batang bamboo yang diberi sumbu kain itu dinyalakan dengan bahan bakar minyak tanah. Setelah obor dinyalakan selanjut mereka beramai-ramai mengelilingi desa menyusuri jalan dengan penerangan tradisional tersebut.
            Di malam itu desa kedaleman serasa terang benderang oleh cahaya obor. Anak-anak muda menggunakan obornya untuk memainkan pencak silat (pencak obor). Obornya telah dirancag agar dapat menyala di kedua sisinya yaitu sisi kanan dan kirinya, sehingga bisa dimainkan bagai kilatan api yang bergerak berputar-putar bagai sebuah atraksi yang menawan. Selanjutnya di bagian belakang pemain pencak obor adalah kelompok music terbangan yang mengiringi sehingga suasana semakin meriah dengan terbang dan jidhor (bedhug besar)
             Tujuan pelaksanaan arak-arakan dengan obor ini adalah sebagai syiar kepada masyarakat luas bahwa hari baru telada dating dimana hari dengan cahaya yang akan menyinari dunia setelah sekian lama dalam hari kegelapan yaitu hari-hari di jaman jahiliyah. Obor ke seluruh desa diharap cahaya dari ajaran Nabi Muhamad ini dapatlah tersebar keseluruh dunia agar terbebas dari jaman kegelapan seperti yang telah terjadi di masa Nabi Muhammad SAW.
            Setelah arak-arak ini selanjutnya dikeesokan harinya semua warga masyarakat desa pergi ke masjid untuk melaksanakan Serakalan. Judahang yang telah ikut diarak tadi selanjutnya ditarud di masjid sebagai hiasan, dan besoknya telur hias tersebut akan dibagikan kepada jam’ah serakalan. 
C.                Gredoan
Gredoan dalam peringatan maulud nabi di Banyuwangi di sini bukan berarti gredoan yang sperti dilakukan antara muda-mudi di jaman sekarang. Jika kita melihat cuman sepintas dari makna katanya saja mungkin gredoan akan lebih berkonotasi negative. Tetapi janganlah diartikan seperti itu dulu sebab gredoan di sini adalah adat yang dilakukan untuk ajang cari jodoh bagi masyarakat using di Banyuwangi.
Masyarakat Banyuwangi percaya bahwa di bulan Maulud ini adalah bulan yang baik untuk mencari jodoh dan melakukan pernikahan bagi pasangan muda-mudi yang telah cukup umurnya. Sebab melakukan pernikahan bagi muda-mudi yang telah cukup umur dan sudah siap untuk menuju jenjang pernikahan juga dianggap telah mengikuti sunnah Nabi.
            Di malam sebelum pelaksanaan Serakalan esok pagi masyarakat Banyuwangi khusunya di desa Macanputih dan di dusun Cangkring biasanya melakukan adat gredoan ini. Di malam itu hampir di semua rumah desa-desa tersebut menyiapkan makanan untuk acara esok pagi. Masyarakat memasak makanan dan menyiapkan segala sesuatu untuk esok hari. Ada yang membuat kue ada juga yang memasak makanan untuk disajikan di esok hari, pada saat itulah biasanya para gadis desa yang masih lajang akan didatangi para pemuda untuk gredoan. Gredoan di sini berarti saling menggoda untuk saling mengenal agar bisa dilanjutkan ke jenjang pernikahan nantinya. Jika dalam satu rumah di desa tersebut tidak mempunyai gadis yang masih lajang biasanya para sanak saudara dari kampung dan desa lain akan diundang untuk dating ke desa tersebut, agar pelaksanaan adat gredoan bisa dilaksanakan.
            Jangan kira jika pemuda yang dating langsung bisa bertemu langsung dan berhadapan, apalagi bisa menyapa dan mencoleknya sebab gredoan di sini pertemuan antara gadis dan pemudanya masihlah dipisahkan dengan bilik atau tembok. Para pemuda yang hendak berkenalan dan menyapa hanya bisa dari jarak yang agak jauh dan terkadang dihalagi oleh bilik atau dinding. Para gadis biasanya bearada di dapur membantu tuan rumah memasak sedangkan para pemuda biasanya ada di ruang tamu atau ada di dinding sebelahnya. Perkenalan atau percakapan biasany dilakukan dengan basanan (berbalas pantun dalam bahasa using). Di sini adalah basanan yang biasa mereka lakukan di saat gredoan:
Lancing (Pemuda)       : Nyang tembakon nyambang sawahe ,…dik..
                                      Milu takon sapa arane,…dik
Perawan (Gadis)         : Nyang tembakon aja lali nyang tegalan,… Kang
                                      Luruh kweni kakang dikongkon emake
                                      Kadhung takon karia temenanan
                                      Kadhung wani, paranana nyang umahe
Lancing (Pemuda)       : Nong tembakon duwe tegalan
                                      Wit nangka dienggo tanduran
                                      Isun takon pancen yo temenanan
                                      Merga isun dhemen temenan
Perawan (Gadis)         : Lonthong-lonthong thok Kang,…
                                      Ketane ring Srono
                                      Ngomong-ngomong thok rika Kang,…
                                      Nyatane sing ana
            Setelah pelaksanaan adat gredoan selanjutnya masyarakat desa Macanputih melakukan arak-arakan. Masih sama seperti desa-desa lainnya di sana juga melaksanakan arak-arakan judhang ( pohon hias dengan bunga telur).  Tetapi arak-arak di desa Macanputih lebih semarak lagi bahakn menyerupai pawai budaya. Orang-orang yang ikut arak-arak merias wajah dan berpakaian sesuai tema arak-arakan. Ada tokoh-tokoh santri jawa, ada juga seperti orang-orang dari Arab dengan surban dan baju putihnya, namun ada juga yang menghias dengan wajah-wajah seram sebagai gambaran jaman kegelapan atau jaman jahiliyah.       Tidak lupa ada juga yang membawa obor dan memaikan obornya seperti sebuah atraksi yang memukau. Disamping ada juga tak ketinggalan music terbang dan hadrah yang mengiringi pawai tersebut. Di perkembangan lebih lanjut sekarang di bagian depan biasanya di buka dengan grup drumband/marchingband.       Judhang di sini di hias lebih kreatif lagi karena tidak melulu berbentuk pohon yang berhias bunga dari kertas warna-warni tetapi lebih beragam bentuknya. Judhang di desa Macanputih ada yang berbntuk seperti masjid, bentuk binatang unta dan burouq, ada juga bentuk ka’bah . Bisa dikatakan peringatan Maulud Nabi di desa Mcanputih adalh peringatan Maulud terbesar di seluruh wilayah kabupaten Banyuwangi. Selesai arak-arakan masih sama seperti di desa-desa yang lain mereka melanjutkan dengan  serakalan.
            Dari hamper semua pelaksanaan kegiatan Maulud Nabi di ham,pir seluruh desa di Banyuwangi yang bisa dikatakan sama adalah pelaksanaan serakalan. Apapun acara kegiatan untuk meramaikannya yang jelas serakalan adalh hal yang utamna yang tidak ditinggalkan. Arak-arakan, oncor-oncoran, ataupun gredoan mungkin tidak semua desa melakukannya, tetapi serakaln pastilah selalu dilaksanakan. Peringatan maulud Nabi di Banyuwangi memang identic dengan serakalan.
D.           Ancak-ancakan           
            Setelah melaksanakan serakaln biasanya dilanjutkan dengan  walimahan, mangan ancak bareng ring masjid utawa langgar. Sedina sakdurunge masyarakat biasane wis nggawe  ancak sulung. Ancak aju digawa nyang Masjid utawa langgar ring wayah dinane teka. Sakteruse ancak dikembul bareng sak marine maca shelawatan.    
            Ancak iku panganan arupo sego, iwak, lan jangane pisan hang diwadahi (syukuran dengan memakan makanan berkatan). Makanan ini dibawa oleh masyarakat dari rumahnya masing-pmasing lalu dikumpulkan dan selanjutnya dimakan bersama setelah serakalan. Makan yang dibawa ditempatkan dalam sebuah ancak (Tempat makan dari gedebong pisang yang berbungkus daun pisang). Bentuk acak bias any empat persegi terbuat dari gedebog pisang yang di silangkan bamboo di tengahnya. Diatasnya biasanya ditancapkan kembang endhog (Hiasan bunga dari kertas yang diberi telur rebus di tengahnya)
            Di dalam masjid/surau sudah dihias dengan judhang yang sebelum diarak keliling desa. Judhang-judhang tersebut telah ditancapakan kembang endhog ( hiasan telur berbentuk bunga dari bahan kertas warna-warni pada sebatang bambu). Jumlahnya disesuaikan dengan kemampuan warganya untuk membuat dan mengisinya dengan hiasan bunga telur yang ditengahnya telah dipasang telur rebus. Sebelum walimahan biasanya kembang endhog telah dibagikan utamanya kepada anak-anak dan selebihnya baru dibagikan kepada semua peserta serakalan.
            Tetapi justru di saat itulah anak-anak biasanya kurang sabra menerima pembagian hingga mereka berebut dan mengambil sendiri kembang endhognya dari judhang yang ada. Berebut kembang endhig inilah yang biasanya menjadi kesan tersendiri bago anak-anak, dan disini di isayaratkan sebagai syi’ar agama agar anak-anak semakin senang kepada agama dan tetap senang pergi ke masjid/surau dan selanjutnya suka terhadapa tingkah laku Nabinya yaitu Nabi Muhammad SAW.
E.            Kembang Endhog
            Yang tidak kalah menariknya juga selain ancak-ancakan adalah kembang endhog. Kembang endhog terbuat dari telur yang sudah direbus lalu ditusukan ke batang bambu yang panjangnya kurang lebih satu jengkal dan diberi haiasan dari kertas warna-warni yang berbentuk bunga. Kembang endhog itu bukanlah untuk sekedar permainan anak kecil belaka ataupun sekedar hiasan tanpa makna. Kembang endhog bagi masyarakat Banyuwangi adalah sebagai symbol atau perlambang kelahiran Nabi Muhamad. Telur merupakan symbol dari kelahiran Nabi, sebatang bambu kering adalah symbol dari keringnya keimanan sebelum kelahiran Nabi. Sedangkan bunga warna-warni adalah kembang iman dan islam yang mulai bermekaran setelah kelahiran Nabi.
            Di jaman sekarang kembang endhog sudah banyak berubah bentuknya. Bukan saja berbentuk bunga saja tetapi telah berkembang ke bentu-bentuk yang lain, seperti Barong-barongan, kapal-kapalan, bahkan ular naga. Disadari atau tidak inilah wujud kreatifitas masyarakat Banyuwang agar tradisi bisa tetap lesatri. Hal ini dimaksudakn sebenarnya hanyalah untuk menyenangkan anak-anak seperti anjuran rosul untuk selalu menyenagkan dan menggembirakan anak-anak, apalagi dihari kelahiran nabi.
F.            Arak-arakan Endhog-endhogan dan Terbangan   
            Saat arak-arakan, kembang endhog dipajang pada gedebog pisang yang telah dihias dengan kertas warna-warni. Judhang yang terbuat dari gedebong pisang tadi selajutnya dipenuhi dengan kembang endhog hingga penuh. Selanjutnya diarak keliling desa/kampung. Jodhang-jodhangtersebut diarak diatas kendaraan seperti becak, dokar ataupun mobil bersama anak-anak yang berpakaian muslim dan muslimah. Awalnya kegiatan ini sebagai syi’ar agama dan bermaksud untuk menyebarkan agama islam kala itu. Di saat sekarang telah diwariskan sebagai adat dan tradisi di Banyuwangi.
            Arak-arakan tadi disusul dengan alunan music terbang yang membahana. Terbang ini biasanya digunakan terbang (rebana) yang jumlahnya paling sedikit 7 atau 9 rebana dilengkapi dengan Jidor (alat music bedhug besar) ditambah Pantus (Bedhug sedang), Lencangan (Bedhug kecil), dan kempul (Gong kecil), juga dengan Kethuk (Bonang kecil) dan sekarang masih ditambah dengan orgen sebagai melodinya. Lagu yang dibawakan adalah lagu-lagu Sholawatan Nabi atau juga lagu-lagu islami lainnya.
            Salah satu lagu  terbangan yang sering dibawakan saat arak-arakan terbang adalah lagu “Bulan Maulud”, seperti berikut ini :
            Bulan maulud ..bulan yang utama
            Bulan lahirnya gusti nabi kita
            Tanggal duabelas..isnain harinya
            Waktu fajar sodiq ..itulah lahirnya,….dst)
             Itu adalah lagu-lagu arak-arakan terbang di jaman dahulu. Namun sekarang lagi-lagunya makin semarak dan yang ikut arak-arakan bukan lagi hanya music terbangan namun juga ada Barong,bahkan adapula yang arak-arakan dengan musik Drumband. Lagunyapun macam-amacam dari lagu Banyuwangian, Kendhang Kempulan, ada juga lagu Dhangdut dan lagu Pop yang lagi trend sekarang.
            Memanglah jaman terus berputar dan tiada hentinya. Menolak perkembangan jaman sepertinya juga tak semudah membalikkan tangan Yang terpenting harusnya adalah niatan untuk tetap melestarikan adat dan tradisi yang baik. Serakalan, Kembang Endhog. Oncor-oncoran, Gredoan, Ancak-ancakan, Terbangan, Drumbenan, Dhangdutan itu semua ditujukan untuk menunjukan rasa cinta dan kasihnya masyarakat Banyuwangi kepada junjungannya yaitu Nabi dan rosul Muhammad SAW. Tetapi perlu diluruskanlagi kiranya mana adat yang memang sesuai dengan peringatan maulud nabi dan mana adat yang hanya numpang ataupun ikutan nebeng dalam peringatan Maulud tersebut. Mana yang mempunyai dasar yang kuat untuk dilestarikan dan mana yang tak mempunyai dasar untuk bisa ditinggalkan semua tergantung masyarakat Banyuwangi yang memiliki tradisinya.